Minggu, 13 Juni 2010

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI

PERAN TEKNOLOGI INFORMASI
DAN KOMUNIKASI Diera GLOBALISASI


DISUSUN OLEH:
YAYA KARTAYA
SISTEM INFORMASI




STMIK GANESHA BANDUNG
2010

BAB 1
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, pendidikan, bisnis, dan pemerintahan dan merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan keputusan. Teknologi ini menggunakan seperangkat komputer untuk mengolah data, sistem jaringan untuk menghubungkan satu komputer dengan komputer yang lainnya sesuai dengan kebutuhan, dan teknologi telekomunikasi digunakan agar data dapat disebar dan diakses secara global. Peran yang dapat diberikan oleh aplikasi teknologi informasi dan teknologi komunikasi ini adalah mendapatkan informasi untuk kehidupan pribadi seperti informasi tentang kesehatan, hobi, rekreasi, dan rohani. Kemudian untuk profesi seperti sains, teknologi, perdagangan, berita bisnis, dan asosiasi profesi. Sarana kerjasama antara pribadi atau kelompok yang satu dengan pribadi atau kelompok yang lainnya tanpa mengenal batas jarak dan waktu, negara, ras, kelas ekonomi, ideologi atau faktor lainnya yang dapat menghambat pertukaran pikiran. Perkembangan teknologi informasi dan teknologi komunikasi memacu suatu cara baru dalam kehidupan, dari kehidupan dimulai sampai dengan berakhir, kehidupan seperti ini dikenal dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan secara elektronik. Dan sekarang ini sedang semarak dengan berbagai huruf yang dimulai dengan awalan e- seperti e-commerce, e-government, e-education, e-library, e-journal, e- medicine, e-laboratory, e-biodiversitiy, dan yang lainnya lagi yang berbasis elektronika.
EVOLUSI EKONOMI GLOBAL
1. Ekonomi Agraris, sampai dua ratus tahun yang lalu ekonomi dunia bersifat agraris dimana salah satu ciri utamanya adalah tanah merupakan faktor produksi yang paling dominant.
2. Ekonomi Industri , sesudah terjadi revolusi industri, dengan ditemukannya mesin uap, ekonomi global ber-evolusi ke arah ekonomi industri dengan ciri utamanya adalah modal sebagai faktor produksi yang paling penting.
3. Ekonomi Informasi, saat ini, manusia cenderung menduduki tempat sentral dalam proses produksi, karena tahap ekonomi yang sedang kita masuki ini berdasar pada pengetahuan (knowledge based) dan berfokus pada informasi (information focused). Dalam hal ini telekomunikasi dan informatika memegang peranan sebagai teknologi kunci (enabler technology). Kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi begitu pesat, sehingga memungkinkan diterapkannya cara-cara baru yang lebih efisien untuk produksi, distribusi dan konsumsi barang dan jasa. Proses inilah yang membawa manusia ke dalam Masyarakat atau Ekonomi Informasi. Masyarakat baru ini juga sering disebut sebagai masyarakat pasca industri. Apapun namanya, dalam era informasi, jarak fisik atau jarak geografis tidak lagi menjadi faktor dalam hubungan antar manusia atau antar lembaga usaha, sehingga jagad ini menjadi suatu dusun semesta atau “Global village”. Sehingga sering kita dengar istilah “jarak sudah mati” atau “distance is dead”, yang makin lama makin nyata kebenarannya. Dalam kehidupan kita dimasa mendatang, sektor teknologi informasi dan telekomunikasi merupakan sektor yang paling dominan. Siapa saja yang menguasai teknologi ini, maka dia akan menjadi pemimpin dalam dunianya.
2. PERUMUSAN MASALAH
Bagaimana perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia beserta dampaknya.
3. TUJUAN MASALAH
Mengetahui perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia beserta dampaknya.

BAB II
PEMBAHASAN
1. PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI DI INDONESIA.
Perkembangan Teknologi Informasi di Indonesia sampai dengan saat ini berkembang dengan pesat seiring dengan penemuan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dalam bidang Informasi dan Komunikasi sehingga mampu menciptakan alat-alat yang mendukung perkembangan Teknologi Informasi, mulai dari sistem komunikasi sampai dengan alat komunikasi yang searah maupun dua arah (interaktif). Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia selalu mengadaptasi berbagai teknologi informasi hingga akhirnya tiba di suatu masa di mana pengunaan internet mulai menjadi ”makanan” sehari-hari yang dikenal dengan teknologi berbasis internet (internet based technology). Jaman dahulu sebelum berkembangnya teknologi, orang-orang Indonesia harus menempuh jarak yang jauh untuk mengantarkan sebuah surat atau pesan kepada orang lain, tetapi lain dnegan jaman sekaranga dan perkembangan itu sendiri di Indonesia dimulai dengan Satelit Palapa (9Juli 1976) yang memudahkan arus komunikasi dan teknologi, yakni telepon, fax, dll. Setelah itu perkembangan dilanjutkan dengan berkembanganya jaringan sellular, yaitu GSM pertama di Indonesia, yakni sebuah teknologi komunikasi bergerak yang tergolong dalam generasi kedua (2G). Menurut mentri riset dan tekhnologi (hatta rajasa), melihat hasil penelitian human indeks dari 150 negara, indonesia hanya ada di posisi ke 110. Sedangkan dari achievement technology, Indonesia menduduki nomer 61 dari 64 negara. Maka dari itu, Indonesia harus terus menerus berinovasi dan menghasilkan buah karya atau produk dari IPTEK, sehingga penanaman IPTEK terhadap anak-anak sebagai generasi penerus harus diupayakan sedini mungkin, sehingga pada masa yang akan datang Indonesia pasti akan dapat menyaingi negara-negara lainnya dalam hal teknologi.
2. PERKEMBANGAN INFRASTRUKTUR INTERNET DI INDONESIA
Infrastruktur Internet di Indonesia antara kualitas layanan dengan harga yang dibayarkan tidak sebanding. Mahalnya akses internasional ke jaringan internet selama ini menjadi pokok permasalahan mengapa pertumbuhan penggunaan akses internet menjadi sangat lamban. Dominasi pasar (khususnya operator telekomunikasi) dan kurangnya perhatian pemerintah menjadi faktor lain yang ikut menentukan pertumbuhan penggunaan jaringan internet tersebut. Sekarang ini memang banyak pilihan yang ditawarkan berbagai perusahaan untuk mengakses jaringan internet, seperti dial-up yang masih menjadi mayoritas kebiasaan pengguna internet di Indonesia sampai layanan broadband menggunakan teknologi ADSL (Asymmetric Digital Subscribe Line). Semua ini ternyata tidak menyebabkan penggunaan jaringan internet meluas, masuk ke dalam rumah- rumah. Kebiasaan menggunakan sistem dial-up, misalnya, untuk sebagai besar pengguna kita merasa sebagai lamban dan sangat mahal.
Sekarang ini memang ada layanan yang dikeluarkan PT Telkom yang menawarkan layanan yang disebut Speedy dengan memberikan fasilitas koneksi pita lebar (broadband) yang disebut memiliki kecepatan downstream 384 kbps dan upstream 64 kbps. Masalahnya, produk Speedy ini dengan harga sekitar Rp 450.000 per bulan dibatasi penggunaannya sampai 2 GB setiap bulannya. Kelebihannya akan dikenakan biaya tambah Rp 1.200 untuk setiap GB. Angka ini adalah monopoli PT Telkom yang menyediakan infrastruktur dan akses ke jaringan internet. Pilihan lain adalah menggunakan jasa penyedia akses internet (ISP) lainnya, yang harganya menjadi lebih mahal karena harus menambah biaya akses infrastruktur bulanan ke PT Telkom sebesar Rp 200.000 dan biaya akses internet ke ISP antara Rp 275-600.000, tergantung paket pilihan. • Apakah yang disebut dengan ‘kesenjangan digital’ ? Mengapa terjadi ? Bagaimana kondisinya di Indonesia ? Bagaimana solusinya menurut Anda? Teknologi komputer, telekomunikasi diperkirakan dapat meningkatkan kualitas hidup manusia. Namun peningkatan kualitas ini baru dapat dimanfaatkan oleh sebagian orang saja. Ada “jarak/kesenjangan” yang timbul antara mereka yang memiliki kemampuan (skill) komputer & akses kepada teknologi dan yang tidak memiliki (The “have” & the “have not”). Kesenjangan digital (digital divide) sangat dirasakan tidak saja dalam kaitan paradoks kota besar dan kecil, kota dan desa, melainkan juga dalam suatu kota, Kesenjangan digital tersebut terjadi terutama sejak penggunaan Internet secara luas dan meningkatnya arus informasi yang sangat dominan, yang didukung platform Teknologi dan Sistem Informasi. Kesenjangan digital juga terkait dengan kesetaraan memperoleh peluang. Karenanya, sangat diperlukan upaya yang sungguh-sungguh untuk memperkecil kesenjangan itu. Dari uraian diatas, dapat dikatakan bahwa kesenjangan digital adalah perbedaan yang besar antara masyarakat yang dapat mengakses teknologi komunikasi, terutama internet dengan masyarakat yang tidak dapat mengakses teknologi. Kesenjangan digital yang terjadi di Indonesia cukup besar, banyak daerah-daerah di indonesia yang belum dijamah oleh teknologi dan sistem informasi, seperti komputer dan internet. Termasuk juga orang-orang yang dapat mengakses teknologi tersebut masih sebagian orang saja. Solusinya menurut kelompok kami seharusnya pemerintah indonesia lebih berkonsentrasi terhadap pemerataan dan memajukan pendidikan serta ekonomi. Karena seiring dengan berkembangnya pendidikan dan ekonomi di indonesia, maka masyarakat di indonesia akan lebih mudah untuk mengikuti perkembangan teknologi. Karena dengan mengikuti perkembangan teknologi dibutuhkan tingkat pendidikan yang cukup untuk mengoperasikan teknologi tersebut dan membutuhkan kesejahteraan ekonomi yang memadai untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi. 3.Perkembangan,implikasi dan pemanfaatan TI dan TK dalam pendidikan di Indonesia.
KECENDERUNGAN PERKEMBANGAN DAN IMPLIKASI DUNIA PENDIDIKAN DI INDONESIA DI MASA MENDATANG ADALAH:
1. Berkembangnya pendidikan terbuka dengan modus belajar jarak jauh (Distance Learning).
2. Sharing resource bersama antar lembaga pendidikan / latihan dalam sebuah jaringan.
3. Penggunaan perangkat teknologi informasi interaktif, seperti CD-ROM Multimedia, dalam pendidikan secara bertahap menggantikan TV dan Video.
4. DISTANCE LEARNING Dengan adanya perkembangan teknologi informasi dalam bidang pendidikan, maka pada saat ini sudah dimungkinkan untuk diadakan belajar jarak jauh dengan menggunakan media internet untuk menghubungkan antara mahasiswa dengan dosennya, melihat nilai mahasiswa secara online, mengecek keuangan, melihat jadwal kuliah, mengirimkan berkas tugas yang diberikan dosen dan sebagainya, semuanya itu sudah dapat dilakukan. Faktor utama dalam distance learning yang selama ini dianggap masalah adalah tidak adanya interaksi antara dosen dan mahasiswanya. Namun demikian, dengan media internet sangat dimungkinkan untuk melakukan interaksi antara dosen dan siswa baik dalam bentuk real time (waktu nyata) atau tidak. Dalam bentuk real time dapat dilakukan misalnya dalam suatu chatroom, interaksi langsung dengan real audio atau real video, dan online meeting. Yang tidak real time bisa dilakukan dengan mailing list, discussion group, newsgroup, dan buletin board. Dengan cara di atas interaksi dosen dan mahasiswa di kelas mungkin akan tergantikan walaupun tidak 100%. Bentuk-bentuk materi, ujian, kuis dan cara pendidikan lainnya dapat juga diimplementasikan ke dalam web, seperti materi dosen dibuat dalam bentuk presentasi di web dan dapat di download oleh siswa. Demikian pula dengan ujian dan kuis yang dibuat oleh dosen dapat pula dilakukan dengan cara yang sama. Penyelesaian administrasi juga dapat diselesaikan langsung dalam satu proses registrasi saja, apalagi di dukung dengan metode pembayaran online. Suatu pendidikan jarak jauh berbasis web antara lain harus memiliki unsur sebagai berikut:
1) Pusat kegiatan siswa; sebagai suatu community web based distance learning harus mampu menjadikan sarana ini sebagai tempat kegiatan mahasiswa, dimana mahasiswa dapat menambah kemampuan, membaca materi kuliah, mencari informasi dan sebagainya.
2) Interaksi dalam grup; Para mahasiswa dapat berinteraksi satu sama lain untuk mendiskusikan materi-materi yang diberikan dosen. Dosen dapat hadir dalam group ini untuk memberikan sedikit ulasan tentang materi yang diberikannya.
3) Sistem administrasi mahasiswa; dimana para mahasiswa dapat melihat informasi mengenai status mahasiswa, prestasi mahasiswa dan sebagainya.
4) Pendalaman materi dan ujian; Biasanya dosen sering mengadakan quis singkat dan tugas yang bertujuan untuk pendalaman dari apa yang telah diajarkan serta melakukan test pada akhir masa belajar. Hal ini juga harus dapat diantisipasi oleh web based distance learning
5) Perpustakaan digital; Pada bagian ini, terdapat berbagai informasi kepustakaan, tidak terbatas pada buku tapi juga pada kepustakaan digital seperti suara, gambar dan sebagainya. Bagian ini bersifat sebagai penunjang dan berbentuk database.
6) Materi online diluar materi kuliah; Untuk menunjang perkuliahan, diperlukan juga bahan bacaan dari web lainnya. Karenanya pada bagian ini, dosen dan siswa dapat langsung terlibat untuk memberikan bahan lainnya untuk di publikasikan kepada mahasiswa lainnya melalui web. Contoh lain pemanfaatan perkembangan TI dan TK untuk pendidikan di Indonesia: • Perpustakaan elektronik (e-library) Revolusi teknologi informasi tidak hanya mengubah konsep pendidikan di kelas tetapi juga membuka dunia baru bagi perpustakaan. Perpustakaan yang biasanya merupakan arsip buku-buku dengan dibantu teknologi informasi dan internet dapat dengan mudah mengubah konsep perpustakaan yang pasif menjadi lebih agresif dalam berinteraksi dengan penggunanya. Dengan banyaknya perpustakaan tersambung ke internet, sumber ilmu pengetahuan yang biasanya terbatas ada di perpustakaan menjadi tidak terbatas
• Surat elektronik (e-mail)
Dengan aplikasi e-mail, seorang guru, orang tua, pengelola, dan siswa dapat dengan mudah saling berhubungan. Pihak sekolah dapat membuat laporan perkembangan siswa dan prestasi belajar baik diminta orang tua atau pun tidak. Dalam kegiatan belajar diluar sekolah, siswa yang menghadapai kesulitam materi pelajaran dapat bertanya lewat e-mail kepada pihak sekolah atau guru bidang studi. Demikian pula untuk guru yang berhalangan hadir dapat memberikan tugas via e-mail kepada siswa.
• Ensiklopedia Sebagian perusahaan yang menjalankan ensiklopedia saat ini telah mulai bereksperimen menggunakan CD-ROM untuk menampung ensiklopedia sehingga duharapkan ensiklopedia di masa mendatang tidak hanya berisi tulisan dan gambar saja, tetapi juga video dan audio. • Jurnal atau majalah ilmiah Salah satu argumentasi umumnya di dunia pendidikan Indonesia adalah kurangny akses informasi ke jurnal atau majalah ilmiah yang berada di internet sehingga memudahkan bagi para siswa untuk mengakses informasi ilmiah terkahir yang ada di seluruh dunia. • Pengembangan homepage dan sistim distribusi bahan belajar secara elektronik (digital) Sistem pembelajaran melalui homepage dapat dikembangkan dalam bentuk sekolah maya (virtual school) sehingga semua kegiatan pembelajaran mulai dari akses bahan belajar, penilaian, dan kegiatan administrasi pendukung dapat secara online selama 24 jam.
• Video teleconference Keberadaan teknologi informasi video teleconference memungkinkan bagi anak- anak di seluruh dunia untuk saling mengenal dan berhubungan satu dengan lainnya. Video teleconference di sekolah merupakan saranan untuk diskusi, simulasi dan dapat digunakan untuk bermain peran pada kegiatan belajar mengajar yang bersifat social. Disamping itu dapat pula untuk pengamatan proses eksperimen dari seorang guru.
DAMPAK PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI MODERN
• Berkembangnya budaya konsumtif
• Maraknya gejala hedonistik
• Perubahan etika,moral,sikap mental
• Merenggangnya ikatan social dan kekerabatan
• Banjirnya informasi
• Tumbuhnya “imperialisme”baru
5. Potensi untuk pendidikan
• Perluasan kesempatan belajar
• Penyajian program bermutu
• Perluasan cakrawala
• Memperpendek jarak dan waktu
• Merangsang proses berpikir
• Pendayagunaan aneka sumber
• Tumbuhnya profesi baru
• Meluasnya partisipasi Masyarakat dll.
6.Kendala dan hambatan
• Tidak adanya kebijakan yang jelas
• Kurangnya dukungan dari berbagai pihak
• Keengganan menerima inovasi
• Ketiadaan pembiayaan
• Kurangnya kompetisi SDM
• Kesulitan penjadwalan dll.














BAB 3
KESIMPULAN
Sejak tahun 1976, Indonesia telah memasuki era indormasi modern dengan beroperasinya SKSD PALAPA I. Di era informasi ini, TI dan TK memegang peranan sebagai teknologi kunci (enabler technology). Perkembangan TI dan TK dapat meningkatkan kinerja dan memungkinkan berbagai kegiatan dapat dilaksanakan dengan cepat, tepat dan akurat, termasuk dalam dunia pendidikan. Dengan perkembangan TI dan TK yang sangat pesat ini, mau tidak mau, siap ataupun tidak siap, akan semakin deras mengalirkan informasi dengan segala dampak positif dan negatifnya ke masyarakat Indonesia. Perkembangan TI dan TK memperlihatkan bermunculannya berbagai jenis kegiatan yang berbasis pada teknologi ini, termasuk dalam dunia pendidikan. Seperti penggunaan e-learning, e-library, e-education, e-mail, e-laboratory, dan lainnya. Seperti ramalan dan pandangan para cendikiawan tentang pendidikan di masa depan bahwa dengan masuknya pengaruh globalisasi, pendidikan masa mendatang akan lebih bersifat terbuka dan dua arah, beragam, multidisipliner, serta terkait pada produktivitas kerja “saat itu juga” dan kompetitif. Dalam kehidupan kita dimasa mendatang, sektor teknologi informasi dan telekomunikasi merupakan sektor yang paling dominan. Siapa saja yang menguasai teknologi ini, maka dia akan menjadi pemimpin dalam dunianya.

DAFTAR PUSTAKA
Miarso, Yusufhadi, 2005, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Kencana, Jakarta Moerwanto, F.B, 2002, Mengenali Arti dan Manfaat Telematika, Jakarta http://www.informatika.lipi.go.id/

Jumat, 07 Mei 2010

PERWUJUDAN DEMOKRASI DI INDONESIA

Januari 30, 2010 • Tinggalkan sebuah Komentar
Plato,Filsuf Yunani menulis “Republica” lebih kurang 400 tahun seblum masehi. Tulisan filsafat politik tsb merupakan konsepsi Plato bagi terwujudnya suatu negara kota yang demokratis .Negara kota di mana rakyat berdaulat dalam kehidupan social politik.Ideal Plato tentang “ResPublica” ini merupakan suatu perlawanan moral terhadap apa yang menyebut dirinya ‘kelompok tiga puluh tyrannoi”yang memerintah Athena dengan tangan besi dan berlumuran darah.Ideal tsb
Pada akhirnya mencapai sasarnya.golongan demokratis sebagai pengaruh Plato berhasil menyingkirkan dictator kelompok tiga puluh tyrannoi.Pemerintahan yang demokratis Sebagai pengaruh Plato berhasil menyingkirkan dictator kelompok tiga puluh tyrannoi.Pemerintahan yang demokratis dinegara kota Athena seperti pada masa Pericles dapat terwujud.Rakyat berdaulat melalui wakil-wakil rakyat yang duduk di dewan pemerintahan kota.Plato membuktikan bahwa dirinya bukan hanya filsuf besar melaikan juga seorang intelektual dan negarawan yang memiliki keberanian moral.Perjuangan Plato melalui gagasan yang terulang dalam Republica tentu mengahdapi resiko besar,yaitu para penguasa yang berkuasa batasan-batasan tertuntu.
Demokrasi dapat terwujud karena adanya proses yang dinamis dalam kehidupan rakyat yang berdaulat.Namun motivasi utama yang mendorong prose itu ialah keberanian moral.Tanpa keberanian moral dalam arti akan tersumbat,Plati memiliki keberanian menegakam demokrasi dalam iklim kekuasaan ditaktoraiat,karena seorang intelektual yang bemoral.
Keberanian moral itu pun dimiliki oleh para perintis kemerdekaan Indonesia .Yang sangat menonjol tentunya Bung Karno.Dalam bukunya yang berjudul “ Mencapai Indonesia Merdeka “ yang tebit pada tahun 1933.Bung Karno juga menyinggung masalah demokrasi dalam konsepsinya tentang “ sosio demokrasi “ sebagai lamdasan kehidupan demokrasi bagi Indonesia Merdeka .Dengan demikian,Bung Karno bukan sekedar berpikir dan berjuang agar target kemerdekaan terwujud,namun pandangan jauh kedepan dalam mengisi kemer-dekaan itu,salah satu satunya kehidupan social.Tanpa keberanian moral, tidak mungkin Bung Karno berhasil melawan penjajah yang dengan begitu kuasanya mencengram bumi pertiwi,walau pun kita mengetahuinya bahwa berkali-kali Bung Karno masuk penjara dan di buang oleh pemerintah Kolonial Belanda sebagai konsekwensi keberanian moralnya.
Demokrasi di idamkan oleh pendiri negara kita .bahkan oleh segenap lapisan rakyat,nyatanya tidak pernah terwujud.Kenapa demikian jawabya : pada era nation building (1945-1966),justru pemimpim masa itu telah menggantikanya keberanian moral tsb dengan mental Durmo (selain persoalan ancaman bagi kesatuan dan persatuan bangsa yang harus dihadapi pemerintah).Begitu hebat dan dalamnya kaum intelektual kita mengupas falsafah pancasila dan landasan konstitusi UUD 1945, khususnya yang berhubungan dengan demokrasi,namun kedalaman dan keberadaan itu berjalan bersama dengan Durnoisme.Durno-durno yang mengelilingi bung karno saat itu ternyata lebih kuat dibandingkan dengan kekuatan dan keberanian moral penegak demokrasi.Maka setelah pecahnya G 30 S terjadilah gelombang demonstrasi besar-besaran yang diplopori oleh pemuda,pelajar,dan mahasiswa.Gelombang utuk menumbangkan orde lama ini pun pantas kita sebut sebagai perwujudan keberanian moral guna menegakan demokrasi.Orde Baru berjanji untuk mengkoreksi kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara yang telah menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945.Bahkan demokrasi di Indonesia disebut “demokrasi Pancasila”.Dengan begitu jiwa-jiwa demokrasi adalah arti dan makna ke lima sila dalam Pancasila,yang kemudian harus di jabarkan dalam realitas kehidupan social dengan berbagai aspec di dalamnya.Namun realitasnya ialah demokrasi belum sepenuhnya terwujud,bahkan dalam era pemerintahan Suharto terjadi begitu banyak pelanggaran terhadap hak azazi manusia.Demokrasi hanya di miliki oleh elite politik,para penguasa dan konglomerat.Kenapa semua terjadi ?.Jawabnya : keberanian moral untuk menegakan demokrasi itu telah di gantikan dengan mental KKN.Sekali lagi lebih keras lagi : digantikan oleh mental KKN !!!
Lengsernya Suharto harus diakui karena gerakan keberanian moral kaum muda Indonesia terutama para mahasiwa yang melakukan demonstrasi besar-besaran yang berpuncak dalam bulan Mei 1988.Gerakan keberanian moral ini bukan sekedar agar Suharto turun dari jabatanya,namun agar demokrasi dalam segala bidang dapat diwujudkan .Akankah motto perjuangan ini terwujud ?
Moral adalah bagian dari pada kepribadian manusia.dengan moral manyatu dengan emosi (perasaan),aspirasi (kehendak),dan intelektual (pikiran).Keberanian moral yang telah dewasa adalah keseimbangan ketiga fungsi kepribadian tsb dalam melakukan nilai-nilai moral.Keberanian tsb,karena itu keberanian moral harus sistematis ,bukan hanya idea yang menyebar.
Bila hal ini nyata terlihat,maka gerakan penegakkan demokrasi akan berjalan lebih sistematisya dan terarah kepada target yang hendak dicapai.
Untuk maksud dan tujuan itulah,demokrasi bukan sekedar slogan,melaikan perlu disistimasikan dalam wujud perudang-undangan yang menjamin bahwa demokrasi harus terus berlansung dalam berbagai aspek kehidupan social.
Peningkatan terhadap demokrasi merupakan salah satu pelanggan terhadap hak azazi manusia.Demikian pula tanpa menjunjung tinggi nilai-nilai hak azai dalam segala bidang,demokrasi tidak pernah akan terwujud.Penindasan terhadap hal azazi manusia seperti telah terjadi selama 32 tahun pemerintahan Suharto,memperhatikan sikap moral yang pengecut dan kerdil. Semua berlangsung demi melestarikan kekuasaan (status quo) dan kepentingan pribadi maupun golngan.Dalam sistem demokrasi di Indonesia sesunggunya tidak di kenal kelompok mayoritas maupun kelompok minoritas.sistem seperti itu dapat mengakibatkan sikap dan tindakan tirani mayoritas terhadap minoritas.
Realitas tirani tsb nyata nampak dalam penindasan terhadap WNI etnis Tionghoa yang minoritas.Tindakan brutal tsb menstimulasikan beberapa tokoh muda keturunan Tiongha untuk menegakan hak azazi dan demokrasi , ini pun suatu gerakan keberanian moral untuk menegakan keadilan dan keberanian termasuk di dalamya perjuangan mengahapus diskrimasi etnis dan diskriminasi ras.Beberapa tokoh muda keturunan tiongha tampil untuk mewujudkannya: Ester Indahyani Yusup dengan soladiritas Nusa Bangsa yang berjuang didalam negeri dan Utomo Lukman yang berjuang di Amerika Serikat.Perjuangan mereka patut kita hargai karena mereka bukan hanya memperjuangkan tegaknya hak azazi dan demokrasi di Indonesia secara menyeluruh.
Demokrasi memeng bukan sekedar proses,tanpa keberanian moral tidak akan terwujud.Apakah pemerintahan baru pasca Sidang Umum MPR 1999 mampu melaksanakanya ? negarawan yang bermoral baik tentu akan berupaya tanpa pamrih melaksanakan amanat rakyat sebagai yang bermoral baik tentu akan tanpa pamrih melaksanakan amanat rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.
Demokrasi pada akhirnya adalah perjuuangan yang tak selesai
PELAKSANAAN DEMOKRASI DI INDONESIA
Masa demokrasi terpimpin ( Orde Lama )
Pembangunan system politik yang demokratis memerlukan perubahan tatanan secara dratis progresif,dan revolusioner kendati dapat juga mengandung biaya po;itik tinggi .Tampaknya ,kemerdekaan yang kita raih tahun 1945 dari tangan penjajah tidak terlepas dari perjuangan panjang yang di awali tahun 1908 yang terkenal dengan gerakan Budi Utomo sehingga mampu mengerakan kebangkitan nasional pertama.dari situ perjuangan cendikiawan muda terus menggelinding dan tercetuslah Sumpah pemuda tahun
1928 sebagai tonggak awal yang sangat strategis untuk mencapai Indonesia merdeka.
Belajar dari masa lampau.orang mungkin dapat melihat adanya dua pola tingkah laku politik esktrem dalam masyarakat Indonesia.Pola pertama ialah berupa kecendrungan untuk memiliki kebebasan tanpa batas yang nudah melahirkan berbagai macam komflik itu dengan cepat meningkat terjadi bentrok fisik atau pemberontakan yang membahayakan .Pola tingakah laku politik begitu jelas terlihat di zaman denokrasi terpimpin atau kini terkenal dengan sebuatan orde lama.
Pola perkembangan berikut pada tahun 1966.Pada masa itu,muncul konflik yang disebabkan eksprimen bangsa Indonesia dalam berpolitik dengan penggunaan sitem demokrasi libral dan sitem demokrasi terpimpin. Kedua sitem politik tersebut terbukti gagal dalam membagun kehidupan masyrakat,berbangsa dan bernegara yang yang stabil dan sehat.Yang terjadi justru sebaliknya,Yakni ketidak stabilan politik yang berkepanjangan itu adalah peristiwa G-30-S/PKI yang nyaris menghancurkan bangsa dan negara.
Setelah melihat penyimpangan terhadap pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 yang dilakukan rezim dan UUD 19 45 secara murni dan konsekwen. Maka, pembangunan kultur politik masa berikutmya adalah bagai mana menyadarkan masyrakat untuk melaksanakan demokrasi Pancasila secara cepat.
Masa Demokrasi Pancasila (Orde Baru )
Di zaman Orde baru,pembangunan kultur politik terus berkembang dan berbeda dengan era Orde Lama.GBHN 1993 menyatakan bahwa sasaran pembangunan nasional adalah terciptanya berfungsinya tatanan kehidupan masyarakat yang tinggi serta bersikap dan berprilaku sesuai nilai Pancasila dalam semangat persatuan dan kesatuan bangsa yang berwawasan nusantara.Namun ,perjalanan menuju kearah tercapainya sasaran pembangunan tatanan kehidupan kultur politik yang konstitusional itu tidak lepas dari berbagai tantangan di bidang politik ,HAN,ekonomi,sosialn,budaya yang secara tak langsung dapat menimbulkan citra yang merugikan kepentingan rakyat.
Pelaksanaan demokrasi pada masa reformasi
Diskursus mengenai dinamika ekonomi politik didaerah,akhir-akhir ini terus menguat seiring dengan eskalasi partisipasi politik dalam ranah demokrasi di tingkat local,terutama dengan berlangsungya otonomi daerah dan pemilihan kepala dearah secara langsung. Sebagi bangsa yang tengah beranjak menuju demokrasi “sepnuh Hati “. Kondisi tersebut cukup membanggakan.Betapa tidak ,setelah lebih dari 50 tahun merdeka ,hidup dalam iklim demokrasi “Setengah Hati”,baik di era demokrasi terpimpin maupun era demokrasi Pancasila,yang sebetulnya jiwa amanat kental dengan kekuasaan sentralistik dan otoriter.
Kini,perjuangan reformasi khususnya menata system politik dan demokrasi di tanah air telah berhasil menedepankan peranan rakyat sebagai subyek demokrasi ,dimana rakyat hanya menjadi “Penonton” dalam berbagai proses pengambilan keputusan penting menyangkut menejemen kedaulatan hidup berbangsa dan bernegara.
Transisi demokrasi,dari “setengan hati “,merupakan salah satu tuntunan yang didengunkan sejak tahun 1998.Diawali dengan adanya kehendak kolektif segenap komponen bangsa ini untuk melakukan amandemen UUD 1945, terutama menyangkut system perwakilan dan wewenang pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Salah satu hasil amandemen yang berdampak mengubah secara fundamental system ketetanegaraan RI adalah: lahirnya lembaga baru bernama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang anggotanya dipilih secara langsung melalui pemilihan umum,Lembaga ini mempunyai kedudukan yang setara dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).Secara po;itik.Lahirnya DPD telah mengubah atau setidaknya memperkaya khasanah dan referensi perpolitikan rakyat,dari era politik “bersimbol”ke era politik “bewajah “.Dalam era politik alliran tertentu .Sedangkan di era politik “berwajah” rakyat , sepenuhnya memilih figure,wajah,karakter,kepribadian, dan visi-misi orang atau tokoh yang bersangkutan.DPD yang beranggotakan tokoh tokoh daerah,kehadiranya telah memberikan pendidikan politik mendasar sebagai bekal dalam menyelengarakan demokratisi sepenuhnya, dimana ujungnya dalam setiap pemilu,orang harus memilih orang”atau ‘people vote people”.Pemilu DPD yang berlangsung sukses pada 5 April 2004,telah membuktikan bahwa rakyat Indonesia si seluruh daerah nusantara telah memiliki kedewasaan berpolitik memadai sebagai persyarat menuju negara yang demokratis.Hal ini terbukti dengan hasil-hasil pemilu berikutnya,yakni pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung,yang juga berjalan sukses.Dengan mekanisme pemlihan yang sama dengan saat pemilihan angota DPD,yakni secara lansung memilih “wajah” calon yang bersangkutan,pemilu persiden dan wakil presiden telah menorrhkan tinta emas dalam sejarah demokrasi bangsa ini.Bahkan sejarah po;itik NKRI. DPD RI selanjutnya sesuai dengan amanat UUd 1945,memberikan “modal politk “ bagi rakyat daerah diseluruh nusantara untuk berpartisipasi dalam bebagai keputusan strategis menyangkut kepentingan nasional.Istilah “kepentingan nasional”kini tak lagi milik pemerintah pusat.tak boleh lagi deterjemahkan secara sepihak oleh presiden sebagai eksekutif pemerintah dan para pembantunya,sebagaimana yang talah terjadi di masa-masa lalu.
Kepentingan nasional yang tercermin dalam berbagai produk legislasi;UU,Perpu dan lain-lain ,kini harus melibatkan masyarakat daerah melalui peran dan fungsi DPD sebagai lembaga negara.Sebagimana tertuang dalam Pasal 22D UUD 1945,DPD RI selanjutnya menjadi pilar utama pelaksanaan otonomi daerah, ia akan menjadi penjaga”nurani”masyrakat daerah,yang selama ini termajinalisasi akaibat berbagai kebijakan pembangunan yang tak adil dan sentralistik .DPD RI perananya, sehingga pembangunan mewujudkan kesejateraan secara merata tidak lagi “to-down”,tetapi “bottom-up”.tidak lagi sentralistik,tetapi terdesentralisasi.Tidak lagi
Masyarkat daerah agar mampu memaikan perananya dalam sebagai “agent of change” atau “agent of development”,terutama dalam menggerakan potensi ekonomi dearah .Dampak runutan yang diharapkan adalah : pembangunan ekonomi dan gairah investasi terus tumbuh dinamis di berbagai daerah, sesuai dengan potensi dan kapasitas yang dimiliki.Untuk menwujudkan hal terebut ,berikut ini beberapaa gagsan dalam mewujudkan masa depan ekonomi politik yang lebih baik dan dinamis di daerah antara lain:
Pertama ,
system rekutmen kepala daerah melaui Pilkada hendaknya dipandang sebagai “pintu” dalam memajukan ekonomidaerah.Sehingga sebagi kendala dalam siste rekrutasi yang menghalangi figure berkualitas dan berwawasan ekonmi daerah,nasional dan global tidak terhambat oleh adanya aturan –aturan yang bernuasa kepentingan plitiks dan jangka pendek.
Kedua
Diperlukan kesamaan visi ,misi,persepsi dan paradikma dalam pembangunan daerah kedepan ,antara pemerintah pusat dan daerah serta seluruh elemen masyrakat.Momentum di lahirkan DPD RI ,pilkada dam berbagai produk konstitusi era reformasi lainya,merupakan “energi social “ yang besar dalam membangun masa depan ekonomi politik di daerah secara lebih cerah,prospektif dan memberi harapan,
Ketiga,
Diperlukan “blue-print” perencanaan pembangunan yang terencana,matang dan komprehesif anatar pemerintah daerah dan pemerintah pusat.Singkronisasi tidak hanya terletak pada berbagai produk legislasi,tetapi sector ekonomo dan pembanguan yang berbasis keunggulan daerah dan prospektif terhadap peningkatan daya saing nasional
Keempat
Masa depan ekonomi politik daerah amat ditentukan oleh desain awal dan komitmen awal bersama kita terhadap pembangunan daerah.Diperlukan konsistensi dan kontiyu ita pola pembanguan bersama ekonomi didaerah.seluruh instrument dan infratruktur politik di daerah harus di arahkan dan dikerjakan di dalam upaya revitalisai ekonomi di daerah .Dengan begitu, semua upaya kita yang telah dilakukan sebagai bangsa , sejak awal reformasi hinggaa kini, dapat segera membuahkan hasil bagi perbaikan nadib bangsa ini.
DPD RI , tidak bias lain kecuali harus konsisten dan focus terus memperjuangkan nasib dan masa depan politik ekonomi di daerah agar terus berlangsung decara dinamis dalam memperbaiki masa depan Indonesia ,masa depan kita semua.
Indonesia
Demokrasi Indonesia harus berhubungan dengan meliter sebagai politik aktif .Indonesia tidak menciptakan angkatan bersenjata tetapi angkatan bersenjata adalah negara.
– 1950 1n Demokrasi parlementer priode kekacauan politik
– 1857 Demokrasi terpimpin diperkenalkan soekarano.
– 1965 Orba rezim Soeharto rezim otoriter yang memperkuat birokrasi
Macam – macam demolrasi terbagi jadi 3
1. Libral tahu 1950 S / D 1959
2. Terpimpin tahun 1959 S / D 1966
3. Pancasila tahun 1966 Sampai sekarang
Perkembangan demokrasi Soekarno demokrasi sebagai manifestasi kedaulatan rakyat sebagi aspek kehidupan konsep”Sosio demokrasi “ dan “ sosio nasionalis “ yang intinya berpikir bukan berjuang kemerdekaan saja tapi bagaimana mengisi kemerdekaan
Demokrasi Prof doctor Nurhalis Majid revolusi tidak bisa tuntas dalam satu gernerasi berpacu membangun ekonomi dengan negara-negara lain.
Reformasi jangan mengagap dari satu orde ke orde lain lebih baik
Demokrasi menurut pandangan Natsir
Sistem pemerintahan islam kepada norma yang berdasarkan syariat
Sistem pemerintahan islam mendekati system politik sebab monrki mengabaikan prisip – prinsip persamaan dan egalitarianisme
ORBA
Kondisi krisis partisipsi
1. Jika elit pemerintah menganggap dirinya saja yang berhak memerintah menolak tuntutan – tuntutan social politik / kelompok
2. Jika kelompok – kelompok masyarakat untuk menyalurkan kepentinganya dianggap tidak sah oleh pemerintah , dilarang suatu partai , ormas / mahasiswa untuk membawakan aspirasi politik anggota- anggota lainya
3. Jenis tuntutan yang dikemukakan kelompok – kelompok masyrakat tidak sah karna dianggap indentik dengan separatisme / tuntutan kebebasan mimbar di tolak.
“ ERA REFORMASI “ kepemompinana nasional

PENDAPAT AMIN RAIS
1. Kesetiaan pada idiologi pancasila = consensus nasional dan histories pernyataan adiluhung segenap pendiri bangsa
2. Berjanji untuk mengutamakan kepentingan rakyat
3. Kita harus punya visi keidupan “ mengusai manajemen perubahan “
4. Diterma di jawa dan di luar jawa, di terima non muslim dan muslim
5. Diterima rakyat kecil , pengusaha dan kaum intelektual walau tidak mutlak
6. Mempunyai , kejujuran , karna itu mahkota kehidupan akan melahirkan pemerintahan bersiyh dan berwibawa
- Penting dalam islam bagi seorang pemimpin
- Jurdil ,jujur dan tidak culas
- Amanah = pandai mengamankan titipan rakyat = masa depan rakyat dan berjuang keras
- Tablik = tidak mendistorsi fakta , karena bisa gawat.
- Fatonah = cerdas pandai berpikir , cekatan dan tidak takut.

http://tvinsert.wordpress.com/2010/01/30/perwujudan-demokrasi-di-indonesia/

Minggu, 11 April 2010

MAKALAH KEWARGANEGARAAN TENTANG SDM INDONESIA DALAM PERSAINGAN GLOBAL

MAKALAH KEWARGANEGARAAN
TENTANG
SDM INDONESIA DALAM PERSAINGAN GLOBAL

Oleh :
NAMA: YAYA KARTAYA
NIM : 2209013
JURUSAN : SISTEM INFORMASI
JENJANG : STRATA 1 (S1)


STMIK GANESHA
2010

Kata Pengantar
Alhamdulillahhirobil alamin, segala puji dan syukur, kita panjatkan atas karunia Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Karena berkat rahmat dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang mengembil tema “SDM INDONESIA DALAM PERSAINGAN GLOBAL”. Saya ucapkan terimakasih, pihak-pihak lain yang telah membantu menyelesaikan tugas ini secara langsung atau tidak langsung. Saya selaku penulis makalah menyadari masih banyak terdapat kesalahan dalam hal penulisan ataupun dalam hal ketatabahasaan. Oleh karena itu saya selaku penyusun makalah mengharapkan kritik dan saranya yang bersifat membangun, dan demi perbaikan tugas untuk yang akan datang. Terima kasih

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menciptakan struktur baru, yaitu struktur global. Struktur tersebut akan mengakibatkan semua bangsa di dunia termasuk Indonesia, mau tidak mau akan terlibat dalam suatu tatanan global yang seragam, pola hubungan dan pergaulan yang seragam khususnya dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Aspek Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang semakin pesat terutama teknologi komunikasi dan transportasi, menyebabkan issu-issu global tersebut menjadi semakin cepat menyebar dan menerpa pada berbagai tatanan, baik tatanan politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan keamanan. Dengan kata lain globalisasi yang ditunjang dengan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjadikan dunia menjadi transparan tanpa mengenal batas-batas negara. Dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, masyarakat dunia khususnya masyarakat Indonesia terus berubah sejalan dengan perkembangan teknologi, dari masyarakat pertanian ke masyarakat industri dan berlanjut ke masyarakat pasca industri yang serba teknologis. Pencapaian tujuan dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan cenderung akan semakin ditentukan oleh penguasaan teknologi dan informasi, walaupun kualitas sumber daya manusia (SDM) masih tetap yang utama.
Sumberdaya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam persaingan global, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini kita abaikan. Globalisasi yang sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia menuntut adanya efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha. Dalam globalisasi yang menyangkut hubungan intraregional dan internasional akan terjadi persaingan antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan global menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40).



BAB II
PEMBAHASAN
1. Sumber Daya Manusia Indonesia
Terkait dengan kondisi sumber daya manusia Indonesia yaitu adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open unemployment). Angka ini meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta.
Kedua, tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur pendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan dasar yaitu sekitar 63,2 %. Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor ekonomi. Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan tinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus meningkat. Sampai dengan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran sarjana di Indonesia.
Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang.
Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Itu sebabnya keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam intensif (hutan, dan hasil tambang), arus modal asing berupa pinjaman dan investasi langsung. Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan manajerial dan produktivitas SDM yang tinggi. Keterpurukan ekonomi nasional yang berkepanjangan hingga kini merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat dari rendahnya kualitas SDM.
Rendahnya SDM Indonesia diakibatkan kurangnya penguasaan IPTEK, karena sikap mental dan penguasaan IPTEK yang dapat menjadi subyek atau pelaku pembangunan yang handal. Dalam kerangka globalisasi, penyiapan pendidikan perlu juga disinergikan dengan tuntutan kompetisi. Oleh karena itu dimensi daya saing dalam SDM semakin menjadi faktor penting sehingga upaya memacu kualitas SDM melalui pendidikan merupakan tuntutan yang harus dikedepankan.
Salah satu problem struktural yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah bahwa pendidikan merupakan subordinasi dari pembangunan ekonomi. Pada era sebelum reformasi pembangunan dengan pendekatan fisik begitu dominan. Hal ini sejalan dengan kuatnya orientasi pertumbuhan ekonomi.
2. Dampak IPTEK Terhadap SDM Indonesia
Pengaruh IPTEK terhadap peningkatan SDM Indonesia khususnya dalam persaingan global dewasa ini meliputi berbagai aspek dan merubah segenap tatanan masyarakat. Aspek-aspek yang dipengaruhi, adalah sebagai berikut :
1. Dampak yang ditimbulkan oleh teknologi dalam era globalisasi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi, sangat luas. Teknologi ini dapat menghilangkan batas geografis pada tingkat negara maupun dunia.
2. Aspek Ekonomi.
Dengan adanya IPTEK, maka SDM Indonesia akan semakin meningkat dengan pengetahuan-pengetahuan dari teknologi tersebut. Dengan kemajuan SDM ini, tentunya secara tidak langsung akan mempengaruhi peningkatan ekonomi di Indonesia. Berkaitan dengan pasar global dwasa ini, tidaklah mungkin jika suatu negara dengan tingkat SDM rendah dapat bersaing, untuk itulah penguasaan IPTEK sangat penting sekali untuk dikuasai.
Selain itu, tidak dipungkiri globalisasi telah menimbulkan pergeseran nilai dalam kehidupan masyarakat di masa kini akibat pengaruh negatif dari globalisasi.
3. Aspek Sosial Budaya.
Globalisasi juga menyentuh pada hal-hal yang mendasar pada kehidupan manusia, antara lain adalah masalah Hak Asasi Manusia (HAM), melestarikan lingkungan hidup serta berbagai hal yang menjanjikan kemudahan hidup yang lebih nyaman, efisien dan security pribadi yang menjangkau masa depan, karena didukung oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dampak yang timbul diakibatkannya ikatan-ikatan tradisional yang kaku, atau dianggap tidak atau kurang logis dan membosankan. Akibat nyata yang timbul adalah timbulnya fenomena-fenomena paradoksal yang muaranya cenderung dapat menggeser paham kebangsaan/nasionalisme. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan meningkatnya tanggapan masyarakat atas kasus-kasus yang terjadi dinilai dengan didasarkan norma-norma kemanusiaan atau norma-norma sosial yang berlaku secara umum (Universal internasional).

BAB III
PENUTUP
Dari uraian diatas mengenai IPTEK dalam upaya peningkatan SDM Indonesia di era globalisasi ini, sudah jelas bahwa dengan adanya IPTEK sudah barang tentu menunjang sekali dalam kaitannya meningkatkan kualitas SDM kita. Dengan meningkatnya kualitas SDM, maka Indonesia akan lebih siap menghadapi era globalisasi dewasa ini.
Perlu sekali diperhatikan, bahwasannya dengan adanya IPTEK dalam era globalisasi ini, tidak dipungkiri juga akan menimbulkan dampak yang negatif dari berbagai aspek, baik aspek ekonomi, budaya maupun imformasi dan komunikasi, untuk itulah filtrasi sangat diperlukan sekali dalam penyerapan IPTEK, sehingga dampak negatif IPTEK dalam upaya peningkatan SDM dapat ditekan seminimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA
www.geogle/SDM Indonesia dalam persaingan global/.co.id

Nasionalisme Ditinjau dari Akarnya

ARTIKEL
Nasionalisme Ditinjau dari Akarnya
Kekhawatiran akan merosotnya nasionalisme dan terjadinya disintegrasi nasional merebak di mana-mana akhir-akhir ini. Hal ini, antara lain, juga tercermin dalam simposium berjudul “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat Madani” yang diselenggarakan oleh Komisi Ilmu-ilmu Sosial Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) di Jakarta, Selasa, 8 Agustus 2006, di mana penulis juga menyajikan makalah.
Di tengah wacana mengenai nasionalisme yang pada umumnya dimulai dari tengah�yakni langsung membicarakannya sebagai fenomena masyarakat modern yang dikaitkan dengan fenomena negara�penulis coba mengangkat isu yang masih kurang dibicarakan orang, yakni membicarakannya dalam konteks kondisi-kondisi dasar yang di dalamnya dibangun bangsa (nation), kebangsaan (nasionalitas), dan rasa kebangsaan (nasionalisme) Indonesia. Kondisi dasar yang dimaksud dalam tulisan ini adalah suku bangsa.
Membicarakan suku bangsa sebagai kondisi dasar berarti menempatkan konsep-konsep bangsa, negara, dan nasionalisme secara posteriori. Dengan memahami suku bangsa sebagai kondisi dasar, diharapkan pemahaman kita tentang bangsa, kebangsaan, dan nasionalisme akan menjadi lebih sistematik dan jernih.
Corak kebangsaan dan nasionalisme sedikit banyak ditentukan oleh kondisi dasar tersebut, meskipun dalam perjalanan zaman niscaya ada distorsi-distorsi yang dapat mengubah sosok maupun muatan nasionalisme itu. Selanjutnya, dengan menempatkan negara dalam konteks ini, maka negara dipandang sebagai bagian dari wilayah analisis yang lebih luas, yakni sebagai external agent yang saling memengaruhi dengan kondisi-kondisi lokal.
Karena titik tolak pembicaraan ini adalah dari perspektif tradisional suku bangsa�suatu kesatuan sosial yang hidup di suatu teritorial tertentu, dan yang memiliki suatu kebudayaan�maka pergeseran konsep ini menjadi konsep kelompok etnik, sebagai konsekuensi dari proses menjadi kompleks masyarakat, menjadi penting dibicarakan.
Para ahli antropologi sependapat bahwa suku bangsa adalah landasan bagi terbentuknya bangsa. IM Lewis (1985: 358), misalnya, mengatakan bahwa “istilah bangsa (nation) adalah satuan kebudayaan� tidak perlu membedakan antara suku bangsa dan bangsa karena perbedaannya hanya dalam ukuran, bukan komposisi struktural atau fungsinya� segmen suku bangsa adalah bagian dari segmen bangsa yang lebih besar, meski berbeda ukuran namun ciri-cirinya sama”.
Meski pernyataan ini menuai banyak kritik, khususnya terkait dengan isu “homogenitas” ini, jelas bahwa para antropolog sangat peduli bahwa suatu konsep sosial budaya harus memiliki dasar empirik dalam kenyataan, bukan konsep yang dibangun di awang- awang. Konsep bangsa tentulah memiliki akar empirik, yakni dari suku bangsa.
Rasa kebangsaan
Kebangsaan (nationality) dan rasa kebangsaan (nationalism) saling berkaitan satu sama lain. Rasa kebangsaan, biasanya juga disebut nasionalisme, adalah dimensi sensoris�meminjam istilah Benedict Anderson (1991[1983]) Imagined Communities�merupakan konsep antropologi yang tidak semata-mata memandang nasionalisme sebagai prinsip politik.
Dimensi sensoris yang tak lain adalah kebudayaan ini memperjelas posisi antropologi yang berangkat dari konsep suku bangsa, kesukubangsaan, bangsa, dan kebangsaan, sebagaimana dibicarakan di atas. Inilah akar-akar bagi membicarakan rasa kebangsaan (nasionalisme) itu.
Rasa kebangsaan atau yang kerap kali juga disebut nasionalisme adalah topik baru dalam kajian antropologi. Nasionalisme sebagai ideologi negara-bangsa modern sejak lama adalah rubrik ilmu politik, sosiologi makro, dan sejarah.
Perhatian antropologi terhadap nasionalisme menempuh jalur yang berbeda dari disiplin-disiplin tersebut yang menempatkan negara sebagai titik awal pembahasan. Sejalan dengan tradisinya, antropologi menempatkan nasionalisme bersamaan dengan negara karena kesetiaan, komitmen, dan rasa memiliki negara tidak hanya bersifat instrumental�yakni keterikatan oleh prinsip politik�melainkan juga bersifat sensorik yang berisikan sentimen-sentimen, emosi-emosi, dan perasaan-perasaan.
Dalam dimensi ini, bangsa, kebangsaan, dan rasa kebangsaan menjadi suatu yang “imagined” (meminjam istilah Benedict Anderson), yang berarti “orang- orang yang mendefinisikan diri mereka sebagai warga suatu bangsa, meski tidak pernah saling mengenal, bertemu, atau bahkan mendengar. Namun, dalam pikiran mereka hidup suatu image mengenai kesatuan bersama. Itulah sebabnya ada warga negara yang mau mengorbankan raga serta jiwanya demi membela bangsa dan negara.
Nasionalisme baru
Tak seorang pun menyangkal bahwa bangsa Indonesia tersusun dari aneka ragam suku bangsa. Jelas bahwa tidak hanya suku bangsa yang beraneka ragam, melainkan juga ras, agama, dan golongan sosial-ekonomi.
Belum lagi fakta bahwa penduduk Indonesia yang jumlahnya kira-kira 250 juta itu hidup tersebar di kepulauan yang paling luas di dunia. Maka, keanekaragaman adalah kondisi dasar bangsa dan negara kita. Bilamana kita hendak membicarakan nasionalisme Indonesia, maka isu keanekaragaman itu patut menjadi landasan pertama pemahaman kita.
Nasionalisme kita adalah suatu konstruksi yang dibangun dan dipelihara posteriori. Sejarah perjuangan bangsa penuh heroik dalam mencapai kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah salah satu bagian konstruksi terpenting sehingga selama 60 tahun bagian ini menjadi perekat integrasi bangsa.
Sebagai suatu konstruksi posteriori, maka nasionalisme harus dijaga, dipelihara, dan dijamin mampu menghadapi perubahan zaman. Selain itu, nasion sebagai suatu yang “imagined” adalah entitas abstrak yang berisikan bayangan-bayangan, cita-cita, dan harapan-harapan bahwa nasion akan tumbuh makin kuat dan mampu memberikan perlindungan, kenyamanan, dan kesejahteraan hidup. Selama 60 tahun imajinasi itu hidup dan terpelihara, rakyat terus menggantungkan harapan bahwa suatu waktu kemakmuran, keadilan, dan kesejahteraan itu akan terwujud.
Namun, pertanyaan besar adalah seberapa lama dan kuat harapan-harapan itu bertahan? Bagaimanapun, harapan-harapan itu ingin disaksikan dalam wujudnya yang nyata oleh warga bangsa kita.
Apabila nasion adalah suatu yang “imagined”, maka nasionalisme adalah suatu ideologi yang menyelimuti imajinasi itu. Sebagaimana halnya imajinasi itu sendiri, maka nasionalisme pun akan mengalami kemerosotan apabila distorsi yang disebabkan oleh faktor-faktor lain dalam negara-bangsa ini semakin meningkat.
Secara internal kita berhadapan dengan fenomena meningkatnya kemiskinan, korupsi, konflik-konflik kepentingan partai dan golongan, kesenjangan sosial-ekonomi, ketidakpastian pelaksanaan hukum, jurang generasi, dan banyak lagi; secara eksternal kita menghadapi fenomena global, seperti liberalisasi ekonomi, memudarnya ideologi, dan meningkatnya komunikasi lintas batas negara dan kebudayaan.
Tantangan internal dan eksternal tersebut niscaya memengaruhi kadar dan muatan nasionalisme kita. Nasionalisme kita hanya akan dapat dijaga dan dipelihara apabila kita secara mantap dan konsisten berupaya keras untuk meminimalisasi�kalau tak mungkin menghilangkan�fenomena internal di atas sehingga cukup kuat berkontestasi dengan bangsa-bangsa lain.
Barangkali ini adalah upaya yang jauh lebih keras dan berat dibandingkan bangsa-bangsa lain karena Indonesia adalah negeri majemuk terbesar di dunia. Sebagai bangsa majemuk terbesar, kita juga paling rentan perpecahan dan disintegrasi. Itulah sebabnya kita perlu memahami dan menyadari kondisi-kondisi dasar bangsa kita, antara lain, suku bangsa dan kesukubangsaan, sebelum kita berbicara tentang isu-isu lain, seperti nasionalisme sebagai prinsip politik.

Posted by lukman sriamin
August 14, 2006
Indonesia adalah Negeri Majemuk Terbesar di Dunia
Achmad Fedyani Saifuddin
Pengajar Departemen Antropologi UI, Anggota Forum Kajian Antropologi Indonesia

Nasionalisme Indonesia Yang Anti-Demokrasi

Artikel
Nasionalisme Indonesia Yang
Anti-Demokrasi


*Masalah Papua Dalam Pandangan Hatta*

Dalam sidang-sidang Badan Persiapan Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia atau
BPUPKI yang berlangsung pada tanggal 10 - 11 Juli 1945 terdapat silang
pendapat antara tokoh-tokoh nasional Indonesia. Soekarno dan Moh. Yamin
berpendapat Papua adalah bagian integral Indonesia berdasarkan klaim sejarah
Majapahit dan Tidore, sehingga mutlak dimasukan sebagai bagian dari
Indonesia, sementara tokoh-tokoh politik seperti Moh. Hatta dan Sutan
Syahrir lebih menekankan sisi kemanusiaan dengan menggunakan nilai-nilai
demokrasi dalam penyelesaian masalah Papua.

Hatta berpendapat Papua merupakan sebuah entitas bangsa dengan kebudayaan
Melanesia yang dominan dan tidak seharusnya menjadikan Indonesia mengabaikan
begitu saja fakta sosiologis ini. Sebagai sebuah entitas bangsa, rakyat
Papua juga punya hak untuk menentukan masa depannya sendiri sama seperti
Indonesia.

Dalam perdebatan-perdebatan BPUPKI itu Hatta berkata: "Saya sendiri ingin
menyatakan bahwa Papua sama sekali tidak usah dipusingkan, bisa diserahkan
kepada Bangsa Papua sendiri. Saya mengakui bahwa Bangsa Papua juga berhak
menjadi bangsa yang merdeka, akan tetapi Bangsa Indonesia untuk sementara
waktu, yaitu dalam beberapa puluh tahun, belum sanggup, belum mempunyai
tenaga yang cukup untuk mendidik bangsa Papua, sehingga menjadi bangsa yang
merdeka."

Silang pendapat mengenai Papua antara Hatta disatu pihak dan Soekarno-Yamin
dipihak lain tidak terkompromi, sehingga dalam sidang BPUPKI dimunculkan
beberapa opsi mengenai wilayah kedaulatan Indonesia, beberapa opsi yang
ditawarkan untuk divoting adalah sebagai berikut; Pertama, yang disebut
Indonesia adalah bekas jajahan Hindia Belanda dahulu; Kedua, yang disebut
Indonesia adalah Hindia Belanda, Malaka (Malaysia), Borneo Utara (Brunei dan
Sabah), Papua, Timor-Portugis (sekarang Republik Demokratik Timor) dan
kepulauan sekitarnya; Ketiga, yang disebut Indonesia adalah Hindia Belanda
Dahulu ditambah Malaka tanpa memasukkan Papua.

Dari ketiga opsi tersebut, dihasilkan voting dari 66 anggota BPUPKI sebagai
berikut; 16 suara mendukung opsi nomor satu, 39 suara mendukung opsi nomor
dua, dan 6 suara mendukung opsi nomor 3, dengan demikian, sejak awal, tidak
saja Papua tetapi juga Timor - Portugis, yang sekarang sudah merdeka,
Malaysia dan Brunai Darussalam juga dimasukan dalam imajinasi teritorial
nasional yang hendak dibangun oleh nasionalis Indonesia.

Tidak hanya disitu, sikap Hatta yang tegas ditunjukkannya saat terjadinya
pertemuan antara pemimpin Indonesia Merdeka, yaitu Soekarno dan Hatta,
dengan pimpinan militer Jepang di Saigon, Vietnam, pada tanggal 12 Agustus
1945.

Dalam kesempatan ini, Mohammad Hatta masih memegang teguh prinsipnya
mengenai masa depan bangsa Papua. Hatta menyatakan:

*"...bangsa Papua merupakan ras Negroid, bangsa Melanesia, maka biarlah
bangsa Papua menentukan masa depannya sendiri!" *

Pandangan Hatta mengenai Papua didepan pimpinan militer Jepang di Saigon
waktu itu bertolak belakang dengan pandangan Soekarno yang mengatakan bahwa
bangsa Papua masih primitif sehingga tidak perlu dikaitkan sama sekali
dengan usaha-usaha persiapan kemerdekaan yang sedang dilakukan tokoh-tokoh
nasional Indonesia.

Pada awal tahun 1960-an gagasan Soekarno untuk mengganyang Malaysia disambut
dengan mobilisasi militer Indonesia secara besar-besaran. Lahirlah gerakan
Dwikora yang membenarkan mobilisasi rakyat untuk kepentingan politik
Soekarno yang agresif itu. Hal sama terjadi dalam kasus Papua. Pada tanggal
19 Desember 1961 Soekarno menggelar rapat akbar di Alun-alun Utara
Yogyakarta yang melahirkan gerakan Trikora dalam rangka pendudukan Papua.
Dwikora tidak berhasil secara politik, tetapi gerakan Trikora yang
dilancarkan Soekarno pada akhirnya berhasil. Unjuk kekuatan milter dan
diplomasi politik dalam gerakan Trikora menjadi dua kunci sukses yang
berhasil dikombinasikan oleh Soekarno dalam rangka pendudukan dan penguasaan
Papua.

Barangkali dalam konteks ini Soekarno hendak menjabarkan dan mempraksiskan
hasil-hasil sidang BPUPKI pada tanggal 10 dan 11 Juli 1945, dimana dalam
sidang BPUPKI itu, mayoritas anggota menyetujui sebuah usulan mengenai blue
print imaginasi batas-batas teritori nasional Indonesia merdeka yang harus
meliputi daerah-daerah bekas jajahan Hindia Belanda termasuk Malaka
(sekarang Kerajaan Malaysia), Borneo Utara (sekarang Kesultanan Brunai
Darussalam), Papua, Timor Portugis (sekarang Republik Demokratik Timor) dan
pulau-palau sekitarnya.

Pada masa pemerintahan Soekarno, Indonesia berhasil menguasai Papua secara
de facto melalui proses integrasi yang terjadi pada tanggal 1 Mei 1963 dan
secara de jure dimasa pemerintahan Soeharto melalui proses Pepera 1969. Dua
peristiwa politik penting yang masih digugat oleh rakyat Papua sampai saat
ini. Lahirnya perlawanan rakyat Papua melalui Organisasi Papua Merdeka (OPM)
dalam menentang proses pendudukan Indonesia atas Papua adalah merupakan
refleksi kekecewaan politik atas berbagai ketidakadilan yang terjadi.

Barangkali, pada masa-masa dimana dua peristiwa politik penting yang
dikemudian hari telah merubah nasib dan keadaan politik sesungguhnya di
Papua itu, Hatta melihat dari jauh tanpa bisa berbuat lebih banyak seperti
yang pernah ia lakukan pada masa-masa awal persiapan kemerdekaan Indonesia.
Barangkali juga pada saat itu, Hatta dengan kesederhanaan jiwanya itu sedang
menerawang kegelisahan jiwa rakyat Papua yang gundah gulana akibat konflik
politik antara Indonesia dan Belanda yang pada akhirnya telah menjadikan
rakyat Papua sebagai korban dari kemunafikan dan arogansi kekuasaan yang
sewenang-wenang. Rakyat Papua tentu masih menanti orang seperti Hatta yang
mampu menyelami jiwa dan pikiran mereka, tidak saja dalam pemikiran dan
perkataan, tetapi juga dalam tindakan nyata.

Read More...




Summary only...
Posted by Diary Papua at Sunday, June 03,
2007
0
comments
[mediacare] Nasionalisme Indonesia Yang Anti Demokrasi! [Bagian Kedua-Selesai] Papuan D
!

Mon, 18 Jun 2007 08:20:37 -0700
*Sebuah Catatan Mengenai Mohammad Hatta dan Pandangannya Tentang Masa Depan
Papua!*

Nasionalisme SBY-Amien

Artikel

OPINI LEMBAGA - ARTIKEL
Nasionalisme SBY-Amien
Seputar Indonesia (23/05/2008)
Pada mulanya hanyalah sebuah kata, nasionalisme.Namun seiring perkembangan peradaban manusia, kata itu menyeruak, populer dan menjadi bahan perdebatan sepanjang sejarah.

Pasca-Perang Dunia I hingga kini, tak ada dunia yang steril dari pengaruh nasionalisme. Bangsa Indonesia memperoleh spirit luar biasa untuk mengusir penjajah Belanda dan Jepang, juga karena kesadaran nasionalisme. Orde Lama menjalin hubungan strategis dengan Blok Timur dan mengecam habis Blok Barat juga atas nama nasionalisme. Begitu pun saat Orde Baru berkuasa.



Aliran modal dari Barat ke Indonesia— oleh Presiden Soeharto—dimaksudkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi bangsa. Bangkitnya ekonomi juga dilandasi semangat kecintaan kepada tanah air (nasionalisme). Artinya nasionalisme itu relatif. Tak pernah ada tafsir general yang diterima seluruh penduduk bumi.Nasionalisme tumbuh subur dan mekar bersama keunikan dan tantangan bangsa masing-masing.

Lalu apa sebenarnya nasionalisme itu? Secara bebas,nasionalisme dapat kita terjemahkan sebagai satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia yang disebut bangsa (dalam bOPINI LEMBAGA - ARTIKEL
Nasionalisme SBY-Amien
Seputar Indonesia (23/05/2008)
Pada mulanya hanyalah sebuah kata, nasionalisme.Namun seiring perkembangan peradaban manusia, kata itu menyeruak, populer dan menjadi bahan perdebatan sepanjang sejarah.

Pasca-Perang Dunia I hingga kini, tak ada dunia yang steril dari pengaruh nasionalisme. Bangsa Indonesia memperoleh spirit luar biasa untuk mengusir penjajah Belanda dan Jepang, juga karena kesadaran nasionalisme. Orde Lama menjalin hubungan strategis dengan Blok Timur dan mengecam habis Blok Barat juga atas nama nasionalisme. Begitu pun saat Orde Baru berkuasa.



Aliran modal dari Barat ke Indonesia— oleh Presiden Soeharto—dimaksudkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi bangsa. Bangkitnya ekonomi juga dilandasi semangat kecintaan kepada tanah air (nasionalisme). Artinya nasionalisme itu relatif. Tak pernah ada tafsir general yang diterima seluruh penduduk bumi.Nasionalisme tumbuh subur dan mekar bersama keunikan dan tantangan bangsa masing-masing.

Lalu apa sebenarnya nasionalisme itu? Secara bebas,nasionalisme dapat kita terjemahkan sebagai satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia yang disebut bangsa (dalam bahasa Inggris ”nation”).Dalam perkembangan sejarah, nasionalisme lalu dibenturkan dengan internasionalisme dan globalisasi.

Benturan dengan internasionalisme terjadi pada era 1940 hingga 1960-an, ketika komunisme internasional tengah kuatkuatnya. Bagi negara-negara komunis (di bawah kendali Uni Soviet),paham nasionalisme justru menjadi penghambat terciptanya masyarakat komunis dunia. Internazionale tak melihat begitu penting batas-batas negara.

Pada awal 1990-an, nasionalisme boleh dikatakan ”memenangi”pertarungan melawan internasionali sme, setelah Uni Soviet bubar.Namun bukan berarti nasionalisme dapat berlama- lama menggelar pesta kemenangan. Musuh baru yang lebih kuat telah menanti, yaitu globalisasi, yang didefinisikan sebagai suatu kondisi yang merujuk terjadinya peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia.

Ketergantungan dimaksud dalam hal perdagangan,investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias.Meski demikian,setelah berjalan hampir dua dasawarsa, toh nasionalisme tak juga tergerus ombak besar globalisasi.Pada 2008 ini atau seabad lahirnya nasionalisme Indonesia modern (Budi Oetomo) orang masih memperbincangkan dan mengibarkan semangat nasionalisme.

Salahkah itu? Tentu saja tidak karena mencintai bangsa adalah sebuah keniscayaan. Hanya, kita lagi-lagi terbelah dalam pemaknaan nasionalisme di era kini.Ada pihak yang mengibarkan bendera nasionalisme dengan tafsir kaku,sementara yang lain mengusung nama nasionalisme dengan semangat baru.Walau demikian, tujuan kedua pihak tetap sama, yaitu agar kemiskinan dapat dikurangi dan kesejahteraan rakyat ditingkatkan.

Beda Gaya Amien-SBY

Jika boleh mengelompokkan, nasionalisme kontemporer Indonesia saat ini setidaknya diwakili oleh gerakan nasionalisme ala Amien Rais (AR) dan nasionalisme ala Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).Pengelompokan ini tentu subjektif penulis. Tetapi pada intinya ingin menunjukkan perbedaan-perbedaan antarkeduanya.

Nasionalisme AR cenderung menggelora dan antiasing.Beberapa kali AR menerjemahkan nasionalisme dalam bentuk tersebut. Sebagaimana ditulis Tigun Wibisono pada Februari 2003,saat masih menjabat Ketua MPR,Amien mengatakan hal itu di hadapan para mahasiswa Indonesia di New York.

”Kalau republik ini sudah bubar,bolehlah. Yang dianggap melanggar HAM dibawa ke International Tribunal.Tapi selama republik ini berdiri kokoh,tidak ada satu pun warga negara Indonesia yang dibawa atas dasar apa pun ke mahkamah internasional!” Pernyataan AR tersebut adalah respons atas rekomendasi Pengadilan Timor Leste yang menuntut agar pimpinan TNI dibawa ke mahkamah internasional.

Tentu saja kita agak heran dengan pernyataan seperti itu.Pasalnya, jika kita mau jujur,Orde Baru juga melakukan pelanggaran atas Timor Timur di masa lalu. Isu yang sama, tapi berbeda cara pendekatannya, dilakukan Presiden SBY untuk memecahkan kebuntuan diplomasi RI-Timor Leste.SBY bukan tipe pemimpin yang bicara berapi-api. Sebaliknya, dia cenderung memilih liku-liku jalan diplomasi.

Jika pemerintahan Mega dan Gus Dur tak membuat banyak terobosan terkait peningkatan hubungan RI-Timor Leste, maka SBY berhasil melakukannya melalui Comission of Truth and Friendship (CTF). Dengan komisi ini, pelanggaran kedua belah pihak di masa konflik cukup diselesaikan di kedua negara, tidak perlu membawa ke Den Haag (Mahkamah Internasional).Artinya tujuan itu sama dengan kutipan pernyataan AR yang cukup menggelora di atas.

Begitu pun dalam penanganan konflik Aceh.Harus diakui bahwa di masa Pemerintahan SBY inilah damai Aceh benar-benar terwujud.SBY memilih liku-liku diplomasi untuk menyelesaikan gerakan separatisme Gerakan Aceh Merdeka (GAM).Termasuk memberikan ”konsesi” kepada para mantan tentara GAM.AR justru mencurigai kesepakatan damai antara pemerintah dan GAM.

Ia menilai memorandum of understanding (MoU) pemerintah dan GAM sebagai sesuatu yang kebablasan (tempointeraktif. com,25 Agustus 2005).Setelah 30 tahun memberontak, mengapa pada 2005 GAM benar-benar menghentikan kegiatannya? Tak lain adalah adanya rasa saling percaya antara kedua belah pihak.Ini sangat penting dalam penanganan konflik separatisme di berbagai belahan dunia.Yang pasti, tujuan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan kembalinya GAM ke tengah-tengah masyarakat telah tercapai.

Nasionalisme Ekonomi

Pada isu nasionalisme ekonomi, SBY dan AR kerap dipersepsikan berada pada posisi yang seolah-olah bersebarangan. Seperti yang kita lihat pada isu ExxonMobil di Blok Cepu dua tahun lalu.Penunjukan ExxonMobil sebagai operator kilang minyak di Blok Cepu dituduh sebagai perendahan harga diri bangsa.AR bahkan menuduh pemerintah telah merampok uang negara triliunan dolar untuk kepentingan perusahaan Amerika.

Bagi masyarakat awam, tuduhan-tuduhan tersebut tentu bisa membangkitkan heroisme dan semangat perlawanan yang berbahaya dan menyimpang. Atas nama nasionalisme, masyarakat bisa dimobilisasi dan diprovokasi. Isu nasionalisme dengan mengangkat kasus ExxonMobil telah menyempitkan arti nasionalisme dan mengidentikkannya dengan antinegara lain.

Padahal, persoalan yang diperdebatkan dalam kasus ExxonMobil sebenarnya lebih bersifat teknis,bukan persoalan harga diri bangsa apalagi ditarik pada persoalan nasionalisme. Karena, sesuai Undang-Undang No 8/1971, negara memberi kesempatan seluas-luasnya bagi investor untuk ”membantu”Pertamina mengeksplorasi minyak. Undang-undang ini lahir karena kemampuan negara baik dalam hal dana maupun sumber daya manusia sangat terbatas.

Bahkan pada masa pemerintahan Megawati UU tersebut diganti dengan Undang- Undang Migas No 22/2001 yang sebenarnya semakin mengecilkan peran Pertamina dalam monopoli eksplorasi minyak dan gas bumi. Bahkan melalui UU tersebut Pertamina dijadikan sebuah perseroan yang perannya semakin ”terbatas”.

Kalau penunjukan ExxonMobil dianggap sebagai pemerkosaan terhadap nasionalisme, maka UU yang lahir pada masa pemerintahan Megawati tersebut bisa dianggap sebagai biang antinasionalisme (A Bakir Ihsan,2006). Garis kebijakan SBY terkait investasi asing (kontak baru) terletak pada keuntungan yang sebesar-besarnya bagi negara. Meski demikian, untuk kontrak-kontrak lama dan yang masih berjalan harus dihormati.

Tetapi jika kontak lama tersebut nyata-nyata merugikan negara, SBY menegaskan agar dilakukan negosiasi ulang yang menguntungkan bagi negara. Kontrak- kontrak lama (jangka panjang) yang kini masih berlaku adalah bagian dari track record rezim-rezim sebelumnya. Itulah yang dikatakan oleh SBY sebagai cuci piring dari pemerintahan masa lalu.

Akhirnya kita berharap agar para politisi,siapapunmereka,tidakmudah menerjemahkan makna nasionalisme untuk kepentingan masing-masing kelompok. Pasalnya, hal tersebut bukan hanya membiaskan makna nasionalisme. Lebih dari itu,merusak semangat kebangsaan yang kini tengah bersemi kembali. Selamat memperingati 100 Tahun Kebangkitan Nasional! (*)

Zaenal A Budiyono
Direktur Eksekutif Developing Countries Studies Center (DCSC), Jakarta
ahasa Inggris ”nation”).Dalam perkembangan sejarah, nasionalisme lalu dibenturkan dengan internasionalisme dan globalisasi.

Benturan dengan internasionalisme terjadi pada era 1940 hingga 1960-an, ketika komunisme internasional tengah kuatkuatnya. Bagi negara-negara komunis (di bawah kendali Uni Soviet),paham nasionalisme justru menjadi penghambat terciptanya masyarakat komunis dunia. Internazionale tak melihat begitu penting batas-batas negara.

Pada awal 1990-an, nasionalisme boleh dikatakan ”memenangi”pertarungan melawan internasionali sme, setelah Uni Soviet bubar.Namun bukan berarti nasionalisme dapat berlama- lama menggelar pesta kemenangan. Musuh baru yang lebih kuat telah menanti, yaitu globalisasi, yang didefinisikan sebagai suatu kondisi yang merujuk terjadinya peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia.

Ketergantungan dimaksud dalam hal perdagangan,investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias.Meski demikian,setelah berjalan hampir dua dasawarsa, toh nasionalisme tak juga tergerus ombak besar globalisasi.Pada 2008 ini atau seabad lahirnya nasionalisme Indonesia modern (Budi Oetomo) orang masih memperbincangkan dan mengibarkan semangat nasionalisme.

Salahkah itu? Tentu saja tidak karena mencintai bangsa adalah sebuah keniscayaan. Hanya, kita lagi-lagi terbelah dalam pemaknaan nasionalisme di era kini.Ada pihak yang mengibarkan bendera nasionalisme dengan tafsir kaku,sementara yang lain mengusung nama nasionalisme dengan semangat baru.Walau demikian, tujuan kedua pihak tetap sama, yaitu agar kemiskinan dapat dikurangi dan kesejahteraan rakyat ditingkatkan.

Beda Gaya Amien-SBY

Jika boleh mengelompokkan, nasionalisme kontemporer Indonesia saat ini setidaknya diwakili oleh gerakan nasionalisme ala Amien Rais (AR) dan nasionalisme ala Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).Pengelompokan ini tentu subjektif penulis. Tetapi pada intinya ingin menunjukkan perbedaan-perbedaan antarkeduanya.

Nasionalisme AR cenderung menggelora dan antiasing.Beberapa kali AR menerjemahkan nasionalisme dalam bentuk tersebut. Sebagaimana ditulis Tigun Wibisono pada Februari 2003,saat masih menjabat Ketua MPR,Amien mengatakan hal itu di hadapan para mahasiswa Indonesia di New York.

”Kalau republik ini sudah bubar,bolehlah. Yang dianggap melanggar HAM dibawa ke International Tribunal.Tapi selama republik ini berdiri kokoh,tidak ada satu pun warga negara Indonesia yang dibawa atas dasar apa pun ke mahkamah internasional!” Pernyataan AR tersebut adalah respons atas rekomendasi Pengadilan Timor Leste yang menuntut agar pimpinan TNI dibawa ke mahkamah internasional.

Tentu saja kita agak heran dengan pernyataan seperti itu.Pasalnya, jika kita mau jujur,Orde Baru juga melakukan pelanggaran atas Timor Timur di masa lalu. Isu yang sama, tapi berbeda cara pendekatannya, dilakukan Presiden SBY untuk memecahkan kebuntuan diplomasi RI-Timor Leste.SBY bukan tipe pemimpin yang bicara berapi-api. Sebaliknya, dia cenderung memilih liku-liku jalan diplomasi.

Jika pemerintahan Mega dan Gus Dur tak membuat banyak terobosan terkait peningkatan hubungan RI-Timor Leste, maka SBY berhasil melakukannya melalui Comission of Truth and Friendship (CTF). Dengan komisi ini, pelanggaran kedua belah pihak di masa konflik cukup diselesaikan di kedua negara, tidak perlu membawa ke Den Haag (Mahkamah Internasional).Artinya tujuan itu sama dengan kutipan pernyataan AR yang cukup menggelora di atas.

Begitu pun dalam penanganan konflik Aceh.Harus diakui bahwa di masa Pemerintahan SBY inilah damai Aceh benar-benar terwujud.SBY memilih liku-liku diplomasi untuk menyelesaikan gerakan separatisme Gerakan Aceh Merdeka (GAM).Termasuk memberikan ”konsesi” kepada para mantan tentara GAM.AR justru mencurigai kesepakatan damai antara pemerintah dan GAM.

Ia menilai memorandum of understanding (MoU) pemerintah dan GAM sebagai sesuatu yang kebablasan (tempointeraktif. com,25 Agustus 2005).Setelah 30 tahun memberontak, mengapa pada 2005 GAM benar-benar menghentikan kegiatannya? Tak lain adalah adanya rasa saling percaya antara kedua belah pihak.Ini sangat penting dalam penanganan konflik separatisme di berbagai belahan dunia.Yang pasti, tujuan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan kembalinya GAM ke tengah-tengah masyarakat telah tercapai.

Nasionalisme Ekonomi

Pada isu nasionalisme ekonomi, SBY dan AR kerap dipersepsikan berada pada posisi yang seolah-olah bersebarangan. Seperti yang kita lihat pada isu ExxonMobil di Blok Cepu dua tahun lalu.Penunjukan ExxonMobil sebagai operator kilang minyak di Blok Cepu dituduh sebagai perendahan harga diri bangsa.AR bahkan menuduh pemerintah telah merampok uang negara triliunan dolar untuk kepentingan perusahaan Amerika.

Bagi masyarakat awam, tuduhan-tuduhan tersebut tentu bisa membangkitkan heroisme dan semangat perlawanan yang berbahaya dan menyimpang. Atas nama nasionalisme, masyarakat bisa dimobilisasi dan diprovokasi. Isu nasionalisme dengan mengangkat kasus ExxonMobil telah menyempitkan arti nasionalisme dan mengidentikkannya dengan antinegara lain.

Padahal, persoalan yang diperdebatkan dalam kasus ExxonMobil sebenarnya lebih bersifat teknis,bukan persoalan harga diri bangsa apalagi ditarik pada persoalan nasionalisme. Karena, sesuai Undang-Undang No 8/1971, negara memberi kesempatan seluas-luasnya bagi investor untuk ”membantu”Pertamina mengeksplorasi minyak. Undang-undang ini lahir karena kemampuan negara baik dalam hal dana maupun sumber daya manusia sangat terbatas.

Bahkan pada masa pemerintahan Megawati UU tersebut diganti dengan Undang- Undang Migas No 22/2001 yang sebenarnya semakin mengecilkan peran Pertamina dalam monopoli eksplorasi minyak dan gas bumi. Bahkan melalui UU tersebut Pertamina dijadikan sebuah perseroan yang perannya semakin ”terbatas”.

Kalau penunjukan ExxonMobil dianggap sebagai pemerkosaan terhadap nasionalisme, maka UU yang lahir pada masa pemerintahan Megawati tersebut bisa dianggap sebagai biang antinasionalisme (A Bakir Ihsan,2006). Garis kebijakan SBY terkait investasi asing (kontak baru) terletak pada keuntungan yang sebesar-besarnya bagi negara. Meski demikian, untuk kontrak-kontrak lama dan yang masih berjalan harus dihormati.

Tetapi jika kontak lama tersebut nyata-nyata merugikan negara, SBY menegaskan agar dilakukan negosiasi ulang yang menguntungkan bagi negara. Kontrak- kontrak lama (jangka panjang) yang kini masih berlaku adalah bagian dari track record rezim-rezim sebelumnya. Itulah yang dikatakan oleh SBY sebagai cuci piring dari pemerintahan masa lalu.

Akhirnya kita berharap agar para politisi,siapapunmereka,tidakmudah menerjemahkan makna nasionalisme untuk kepentingan masing-masing kelompok. Pasalnya, hal tersebut bukan hanya membiaskan makna nasionalisme. Lebih dari itu,merusak semangat kebangsaan yang kini tengah bersemi kembali. Selamat memperingati 100 Tahun Kebangkitan Nasional! (*)


Zaenal A Budiyono
Direktur Eksekutif Developing Countries Studies Center (DCSC), Jakarta

Nasionalisme dan Politik Islam

ARTIKEL
Nasionalisme dan Politik Islam

Beberapa waktu lalu penulis artikel ini ditanya orang. Apakah yang akan terjadi dengan gerakan- gerakan politik Islam di negeri kita? Penulis artikel ini menyebutkan apa yang dinyatakan Soetrisno Bachir dari Partai Amanat Nasional (PAN) tentang hal ini.
Dia menyebutkan bahwa berdasarkan hasil-hasil survei belakangan, organisasi sektarian akan semakin kurang diminati orang dalam pemilu yang akan datang. Karena itu, PAN sudah menentukan akan mengambil dasar-dasar nonsektarian dalam kiprahnya. Ini adalah kenyataan lapangan yang tidak dapat dibantah. Hal tersebut memperkuat kesimpulan penulis artikel ini bahwa memang mayoritas para pemilih dalam pemilu di negeri kita tidak mau bersikap sektarian.
Penulis artikel ini sendiri sudah tidak mengakui klaim bahwa mayoritas penduduk berpikir sektarian. Nama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sendiri menunjukkan hal itu. Bagaimana penulis sampai pada kesimpulan tersebut? Karena penulis setia melihat kenyataan, yaitu bahwa Nahdlatul Ulama (NU) memang tidak lagi “menawarkan diri” kepada publik sebagai organisasi sektarian. Walaupun sejak semula ia menggunakan bahasa Arab, NU senantiasa merujuk kepada hal-hal nonsektarian. Contohnya pada 1918 ia menamakan diri “Nahdlatu al-Tujjar (kebangkitan kaum pedagang)”, sama sekali tidak digunakan kata Islam.
Begitu juga pada 1922, ketika para ulama itu mendirikan sebuah kelompok diskusi di Surabaya dengan nama Tasywir al- Afkar (konseptualisasi pemikiran). Tahun 1924, didirikanlah madrasah Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air). Pada 1957, NU mengadakan musyawarah nasional alim ulama di Medan yang menghasilkan rumusan tentang presiden Republik Indonesia. Dalam rumusan tersebut, pemegang jabatan dipandang sebagai waliyyul amri dharuri bi al-syaukah (pemegang pemerintahan darurat dengan wewenang efektif).
Presiden dikatakan waliyyul amri karena ia memang memegang pemerintahan, yakni di zaman Presiden Soekarno (dan sampai sekarang pun masih demikian). Dikatakan dharuri (untuk sementara) karena secara teoretis kedudukannya tidak memenuhi persyaratan sebagai imam/ pemimpin umat Islam. Bi al-Syaukah karena memang pemerintahannya bersifat efektif. Dengan demikian, tiap-tiap kali akan diadakan pemilihan presiden, para ulama harus menetapkan apakah sang calon memenuhi ukuran-ukuran bagi imam sesuai hukum agama Islam.
Pada 1978, Rais Aam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) KH M Bisri Syansuri mengirimkan delegasi ke rumah mendiang Soeharto di Jalan Cendana dengan tugas menanyakan tujuh buah hal. Jika Pak Harto menjawab dengan empat buah hal saja yang benar, ia sudah layak dicalonkan PPP sebagai presiden.Tetapi KH M Masykur, HM Mintareja,dan KH Rusli Chalil (Perti) ternyata tidak menanyakan hal itu, melainkan bertanya bersedia atau tidak Pak Harto menjadi calon presiden dari PPP?
Sementara Harsono Tjokroaminoto tidak turut delegasi tersebut karena sudah “melarikan diri”dari tempat rapat, rumah KH Syaifuddin Zuhri di Jalan Dharmawangsa. Ketika penulis tanyakan kepada beliau bagaimana KH M Bisri Syansuri sebagai Rais Am PPP memandang hal ini, dijawab: beliau adalah salah seorang ulama yang sudah menetapkan policy berdasarkan aturan fikih. Dipakai atau tidak adalah tanggung jawab para politisi. Mereka yang akan ditanya Allah SWT di akhirat nanti.
Di sini tampaklah ketentuan yang dipegangi beliau bahwa ada beda antara orang yang menggunakan fikih dan menggunakan pertimbangan-pertimbangan akal belaka. Hal inilah yang membuat PPP menjadi partai yang sesuai bagi NU di masa itu. Namun, sekarang hal itu sudah tidak berlaku lagi karena PPP sudah digantikan oleh PKB. Kalau hal ini tidak disadari orang, akan terciptalah klaim yang tidak berdasarkan fakta nyata.
Akan tetapi perjuangan menegakkan demokrasi, termasuk memberlakukan ketentuan-ketentuan fikih dan kaidah-kaidah moral dalam kehidupan PKB, juga bukan tugas yang ringan. Dewasa ini Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB) tengah mengadakan penertiban di segala bidang untuk menghadapi pemilihan umum dua tahun lagi. Dalam penertiban tersebut ada empat puluh kepengurusan PKB di tingkat provinsi dan kabupaten dibekukan dengan menunjuk caretaker (kepengurusan sementara).
Setelah itu akan dilakukan musyawarah-musyawarah dewan pengurus wilayah (DPW) pada tingkat provinsi dan dewan pengurus cabang (DPC) pada tingkat kabupaten/kota. Sikap ini diambil untuk menghasilkan sebuah proses yang bersih menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai dalam rangka pelaksanaan demokratisasi di negeri kita. Kalau ini tercapai, berarti PKB akan merintis jalan baru bagi bangsa dan negara. Sudah tentu kerangka yang dibuat itu tidak akan mencapai hasil apa-apa jika tidak disertai orientasi dan arah pembangunan bangsa dan negara yang benar.
Selama ini, pembangunan nasional kita hanya bersifat elitis, yaitu mementingkan golongan kaya dan pimpinan masyarakat saja. Sejak 17 Agustus 1945, pembangunan nasional kita sudah berwatak elitis. Apalagi sekarang, ketika kita dipimpin orang yang takut pada perubahan-perubahan. Tentu sudah waktunya kita sekarang mementingkan kebutuhan rakyat dalam orientasi pembangunan nasional kita. Kebutuhan dasar kita sebagai bangsa dan negara menghendaki kita mampu memanfaatkan segenap kekayaan alam sendiri beserta keterampilan berteknologi untuk kepentingan bangsa dan negara.
Untuk ini kita harus sanggup membagi dua pembangunan kita; di satu pihak perdagangan bebas (termasuk globalisasi) yang berdasarkan persaingan terbuka. Di pihak lain kita memerlukan usaha publik untuk memenuhi kebutuhan rakyat yang ditetapkan oleh Pasal 33 UUD 1945.Tugas yang sangat berat,bukan?(*)



Rabu, 20 Februari 2008 03:43
Oleh Abdurrahman Wahid
Jakarta, 17 Pebruari 2008

NASIONALISME DAN HAM

ARTIKEL

NASIONALISME DAN HAM


TUJUH puluh enam tahun silam, tepatnya 28 Oktober 1928, bangsa Indonesia
yang dimotori kaum muda telah membuat sejarah besar. Kongres Pemuda yang
berlangsung saat itu berhasil merumuskan Sumpah Pemuda yang terdiri dari
tiga poin: pengakuan akan satu tumpah darah, tumpah darah Indonesia, satu
bangsa, bangsa Indonesia, dan satu bahasa, bahasa Indonesia. Gagasan ini
melahirkan sebuah konsep bangsa Indonesia yang tidak mengacu pada etnis,
meliputi semua penduduk yang mendiami wilayah tertentu dan menggunakan satu
bahasa kesatuan Indonesia. Konsep ini semakin efektif ketika Indonesia Muda
sebagai fusi organisasi pemuda tidak memperkenankan lagi nama-nama
organisasi seperti Jong Java, Jong Celebes, Pemuda Sumatera, dll.
Selanjutnya, melalui perjuangan panjang cita-cita membangun negara-bangsa
Indonesia akhirnya tercapai dengan kemerdekaan tahun 1945. Kemerdekaan ini
dapat dikatakan sebagai puncak keberhasilan nasionalisme sebagai suatu
nilai. Namun, bila dikaitkan dengan situasi saat ini, banyak orang berpikir
apakah nasionalisme masih relevan untuk menyelesaikan konflik di Aceh,
Ambon, dan Papua. Demi mempertahankan NKRI, pemerintah seolah tak ada
pilihan lain selain mengedepankan pendekatan keamanan, sebagai akibatnya
timbullah permasalahan, apakah atas nama persatuan prinsip HAM harus
diabaikan? Apakah nasionalisme harus didahulukan dari HAM? Ataukah kedua
nilai tersebut dapat berjalan beriringan?
Untuk menjelaskan hubungan nasionalisme dan HAM tersebut maka di sini
diajukan pemikiran Jurgen Habermas (The European Nation-State. Its
Achievements and Its Limits) yang mengupas konsep Kewarganegaraan
(citizenship) dalam negara-bangsa.
Negara-bangsa modern mengandung dua nilai yaitu nilai republiken dan
nasionalisme. Keduanya menyatu membentuk konsep kewarganegaraan, sebagai
akibatnya bangsa dalam arti modern juga memiliki dua arti: pertama, bangsa
prapolitik yang dimengerti sebagai komunitas yang memiliki kesamaan sejarah,
budaya, bahasa, dan mendiami wilayah tertentu. Kedua, bangsa dalam arti
politik yaitu komunitas yang dibentuk oleh warga negara yang memiliki
kedaulatan politik dan secara aktif membangun tatanan politik.
Kewarganegaraan merupakan kata kunci karena di dalamnya mengandung arti
aktivasi politik rakyat yang menjadi landasan terbentuknya suatu identitas
nasional baru. Melalui kedaulatan rakyat, negara mendapat sumber legitimasi
dan melakukan integrasi sosial. Dalam konteks ini pula nasionalisme dapat
dipahami sebagai suatu nilai yang menstimulasi partisipasi politik rakyat ke
arah kesadaran akan statusnya sebagai warga negara. Pengakuan akan
kedaulatan rakyat di sini mengisyaratkan adanya pengakuan adanya hak-hak
sipil sekaligus hak asasi manusia.
Suatu ketegangan bisa saja terjadi antara penerapan nilai republiken yang
menekankan aspek legal-egaliter dan bercorak universal dengan nilai
nasionalisme yang bertumpu pada pemahaman bangsa prapolitik. Namun,
permasalahan ini dapat diselesaikan dengan penerapan prinsip HAM yang
merupakan bagian dari nilai-nilai republiken. Dikatakan demikian karena
nilai ini lebih menekankan pemahaman bahwa bangsa terdiri dari warga negara
yang berdaulat dan bukan atas interpretasi etnosentris. HAM di sini juga
berlaku sebagai acuan untuk menghadapi nilai-nilai yang berorientasi
partikularistik serta menjadi pedoman untuk membangun struktur politik yang
sesuai dengan nilai-nilai universal.
Terkait dengan konflik-konflik di Aceh, Ambon, dan Papua, kerangka pemikiran
di atas dapat menjadi acuan bagi kita untuk tidak lagi memahami nasionalisme
sebagai pemikiran untuk mempersatukan wilayah semata, namun juga sebagai
suatu nilai untuk menstimulasi aktivasi politik rakyat menuju kesadaran
sebagai warga negara yang berdaulat dan secara aktif membangun keberadaan
negara. Kewarganegaraan hendaknya menjadi landasan untuk membangun bangsa
Indonesia, menjadi inspirasi tiap penduduk yang tinggal terpencar bahwa
mereka adalah warga dari republik yang sama. Selain itu, kewarganegaraan
juga menjadi identitas nasional yang baru yang pada akhirnya menumbuhkan
suatu kesadaran adanya satu bangsa di mana tiap-tiap warga negara
bertanggung jawab satu sama lain. Dengan pemahaman konsep kewarganegaraan
ini maka nilai nasionalisme dapat didamaikan dengan prinsip HAM



Media Indonesia
Selasa, 02 November 2004
Sari Soenardi, Kandidat Doktor Filsafat UI


[Non-text portions of this message have been removed]