Minggu, 11 April 2010

Nasionalisme Indonesia Yang Anti-Demokrasi

Artikel
Nasionalisme Indonesia Yang
Anti-Demokrasi


*Masalah Papua Dalam Pandangan Hatta*

Dalam sidang-sidang Badan Persiapan Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia atau
BPUPKI yang berlangsung pada tanggal 10 - 11 Juli 1945 terdapat silang
pendapat antara tokoh-tokoh nasional Indonesia. Soekarno dan Moh. Yamin
berpendapat Papua adalah bagian integral Indonesia berdasarkan klaim sejarah
Majapahit dan Tidore, sehingga mutlak dimasukan sebagai bagian dari
Indonesia, sementara tokoh-tokoh politik seperti Moh. Hatta dan Sutan
Syahrir lebih menekankan sisi kemanusiaan dengan menggunakan nilai-nilai
demokrasi dalam penyelesaian masalah Papua.

Hatta berpendapat Papua merupakan sebuah entitas bangsa dengan kebudayaan
Melanesia yang dominan dan tidak seharusnya menjadikan Indonesia mengabaikan
begitu saja fakta sosiologis ini. Sebagai sebuah entitas bangsa, rakyat
Papua juga punya hak untuk menentukan masa depannya sendiri sama seperti
Indonesia.

Dalam perdebatan-perdebatan BPUPKI itu Hatta berkata: "Saya sendiri ingin
menyatakan bahwa Papua sama sekali tidak usah dipusingkan, bisa diserahkan
kepada Bangsa Papua sendiri. Saya mengakui bahwa Bangsa Papua juga berhak
menjadi bangsa yang merdeka, akan tetapi Bangsa Indonesia untuk sementara
waktu, yaitu dalam beberapa puluh tahun, belum sanggup, belum mempunyai
tenaga yang cukup untuk mendidik bangsa Papua, sehingga menjadi bangsa yang
merdeka."

Silang pendapat mengenai Papua antara Hatta disatu pihak dan Soekarno-Yamin
dipihak lain tidak terkompromi, sehingga dalam sidang BPUPKI dimunculkan
beberapa opsi mengenai wilayah kedaulatan Indonesia, beberapa opsi yang
ditawarkan untuk divoting adalah sebagai berikut; Pertama, yang disebut
Indonesia adalah bekas jajahan Hindia Belanda dahulu; Kedua, yang disebut
Indonesia adalah Hindia Belanda, Malaka (Malaysia), Borneo Utara (Brunei dan
Sabah), Papua, Timor-Portugis (sekarang Republik Demokratik Timor) dan
kepulauan sekitarnya; Ketiga, yang disebut Indonesia adalah Hindia Belanda
Dahulu ditambah Malaka tanpa memasukkan Papua.

Dari ketiga opsi tersebut, dihasilkan voting dari 66 anggota BPUPKI sebagai
berikut; 16 suara mendukung opsi nomor satu, 39 suara mendukung opsi nomor
dua, dan 6 suara mendukung opsi nomor 3, dengan demikian, sejak awal, tidak
saja Papua tetapi juga Timor - Portugis, yang sekarang sudah merdeka,
Malaysia dan Brunai Darussalam juga dimasukan dalam imajinasi teritorial
nasional yang hendak dibangun oleh nasionalis Indonesia.

Tidak hanya disitu, sikap Hatta yang tegas ditunjukkannya saat terjadinya
pertemuan antara pemimpin Indonesia Merdeka, yaitu Soekarno dan Hatta,
dengan pimpinan militer Jepang di Saigon, Vietnam, pada tanggal 12 Agustus
1945.

Dalam kesempatan ini, Mohammad Hatta masih memegang teguh prinsipnya
mengenai masa depan bangsa Papua. Hatta menyatakan:

*"...bangsa Papua merupakan ras Negroid, bangsa Melanesia, maka biarlah
bangsa Papua menentukan masa depannya sendiri!" *

Pandangan Hatta mengenai Papua didepan pimpinan militer Jepang di Saigon
waktu itu bertolak belakang dengan pandangan Soekarno yang mengatakan bahwa
bangsa Papua masih primitif sehingga tidak perlu dikaitkan sama sekali
dengan usaha-usaha persiapan kemerdekaan yang sedang dilakukan tokoh-tokoh
nasional Indonesia.

Pada awal tahun 1960-an gagasan Soekarno untuk mengganyang Malaysia disambut
dengan mobilisasi militer Indonesia secara besar-besaran. Lahirlah gerakan
Dwikora yang membenarkan mobilisasi rakyat untuk kepentingan politik
Soekarno yang agresif itu. Hal sama terjadi dalam kasus Papua. Pada tanggal
19 Desember 1961 Soekarno menggelar rapat akbar di Alun-alun Utara
Yogyakarta yang melahirkan gerakan Trikora dalam rangka pendudukan Papua.
Dwikora tidak berhasil secara politik, tetapi gerakan Trikora yang
dilancarkan Soekarno pada akhirnya berhasil. Unjuk kekuatan milter dan
diplomasi politik dalam gerakan Trikora menjadi dua kunci sukses yang
berhasil dikombinasikan oleh Soekarno dalam rangka pendudukan dan penguasaan
Papua.

Barangkali dalam konteks ini Soekarno hendak menjabarkan dan mempraksiskan
hasil-hasil sidang BPUPKI pada tanggal 10 dan 11 Juli 1945, dimana dalam
sidang BPUPKI itu, mayoritas anggota menyetujui sebuah usulan mengenai blue
print imaginasi batas-batas teritori nasional Indonesia merdeka yang harus
meliputi daerah-daerah bekas jajahan Hindia Belanda termasuk Malaka
(sekarang Kerajaan Malaysia), Borneo Utara (sekarang Kesultanan Brunai
Darussalam), Papua, Timor Portugis (sekarang Republik Demokratik Timor) dan
pulau-palau sekitarnya.

Pada masa pemerintahan Soekarno, Indonesia berhasil menguasai Papua secara
de facto melalui proses integrasi yang terjadi pada tanggal 1 Mei 1963 dan
secara de jure dimasa pemerintahan Soeharto melalui proses Pepera 1969. Dua
peristiwa politik penting yang masih digugat oleh rakyat Papua sampai saat
ini. Lahirnya perlawanan rakyat Papua melalui Organisasi Papua Merdeka (OPM)
dalam menentang proses pendudukan Indonesia atas Papua adalah merupakan
refleksi kekecewaan politik atas berbagai ketidakadilan yang terjadi.

Barangkali, pada masa-masa dimana dua peristiwa politik penting yang
dikemudian hari telah merubah nasib dan keadaan politik sesungguhnya di
Papua itu, Hatta melihat dari jauh tanpa bisa berbuat lebih banyak seperti
yang pernah ia lakukan pada masa-masa awal persiapan kemerdekaan Indonesia.
Barangkali juga pada saat itu, Hatta dengan kesederhanaan jiwanya itu sedang
menerawang kegelisahan jiwa rakyat Papua yang gundah gulana akibat konflik
politik antara Indonesia dan Belanda yang pada akhirnya telah menjadikan
rakyat Papua sebagai korban dari kemunafikan dan arogansi kekuasaan yang
sewenang-wenang. Rakyat Papua tentu masih menanti orang seperti Hatta yang
mampu menyelami jiwa dan pikiran mereka, tidak saja dalam pemikiran dan
perkataan, tetapi juga dalam tindakan nyata.

Read More...




Summary only...
Posted by Diary Papua at Sunday, June 03,
2007
0
comments
[mediacare] Nasionalisme Indonesia Yang Anti Demokrasi! [Bagian Kedua-Selesai] Papuan D
!

Mon, 18 Jun 2007 08:20:37 -0700
*Sebuah Catatan Mengenai Mohammad Hatta dan Pandangannya Tentang Masa Depan
Papua!*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar